Selasa, 08 Juli 2008

Iklan yang Mengandung Pernyataan yang Menyesatkan

Seiring dengan bertambahnya usaha yang ada, membuat para pelaku usaha untuk bersaing dan saling menunjukkan keunggulan dari produknya. Para pelaku usaha dalam menunjukkan keunggulan dari produknya, mereka mempromosikan barang tersebut. Salah satu jenis promosi adalah iklan. Fungsi iklan adalah sebagai alat dan sarana untuk memperkenalkan suatu produk, mempengaruhi persepsi dan mendorong konsumen untuk membeli suatu produk. Iklan sebagai alat promosi sangat membantu konsumen dalam mencukupi kebutuhannya, namun ternyata promosi atau iklan juga sering menimbulkan masalah bagi konsumen, bila informasi yang disampaikan melalui iklan ternyata tidak benar atau tidak sesuai dengan kenyataan bahkan menyesatkan dan merugikan para konsuman yang telah terlanjur membeli barang tersebut. Promosi barang dan jasa dapat dituangkan dalam berbagai media, misalnya media cetak, media televisi, media radio dan media lainnya. Iklan yang dituangkan dalam media cetak dapat dimuat dalam surat kabar, majalah, brosur maupun buklet. Iklan dapat juga melalui reklame, poster, spanduk, dan lain-lain. Kemajuan bidang manajemen promosi atau periklanan dan teknologi informasi sering dimanfatkan oleh produsen untuk mengecoh para konsumen. Tidak jarang terjadi kebohongan dalam periklanan yang salah satunya iklan/informasi terhadap barang dan jasa yang menyesatkan sehingga seringkali cenderung menuju kearah terjadinya penyalahgunaan fungsi iklan.

Atas dasar itulah pada tahun 1999 Presiden bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat membentuk Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dengan dibuatnya undang-undang ini diharapkan dapat melindungi hak-hak konsumen dari segala bentuk penyalahgunaan iklan oleh para pelaku usaha. Hal ini tentunya mendapatkan respon yang positif dari masyarakat, karena apabila ada kecurangan yang dilakukan oleh pelaku usaha akan ditindak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 ini.

Akan tetapi dalam kenyataannya sering kita temui Iklan yang dibuat oleh para pelaku usaha tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Hal ini dilakukan agar konsumen memakai atau membeli produknya dan mendapatkan keuntungan dari hal tersebut. Hal ini bukan saja hanya menimbulkan kerugian materil maupun imateril bagi konsumen, akan tetapi juga menimbulkan kerugian bagi pelaku usaha lainnya. Karena konsumen akan kehilangan kepercayaannya kepada pelaku usaha yang lain yang memiliki usaha di bidang yang sama.

Dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga mengatur mengenai kewajiban para pelaku usaha tentang iklan yang mereka buat, yaitu terdapat dalam pasal:

1. pasal 7

Kewajiban pelaku usaha adalah :

a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

2. pasal 8

(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :

f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut.

3. Pasal 10

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:

a. Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa.

Walaupun dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 199 tentang perlindungan konsumen telah mengatur mengenai perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh para pelaku usaha, akan tetapi hal tersebut tidak membuat para pelaku usaha takut akan kedua undang-undang itu. Misalnya XL-BEBAS membuat iklan dengan mengatakan bahwa:

1. Tarif XL-BEBAS Rp.10,00/detik ke operator manapun, dan

2. Tanpa syarat apapun.

Tapi dalam kenyataannya, masih ada beberapa syarat lagi untuk mendapatkan tarif Rp.10/detik tersebut, yaitu;

1. Harus ke sesama operator yakni PRO-XL

2. Apabila menelepon ke operator lain, tarif Rp.10 berlaku pada menit ketiga dan dua menit pertama dikenakan tarif biasa.

Dan sangat sering terjadi apabila suatu iklan jelas-jelas telah melanggar undang-undang, tapi tidak dituntut pidana. Hal ini menunjukkan bahwa penegakan tentang perlindungan hukum konsumen belum berjalan seperti yang diinginkan.

Tidak ada komentar: